Sistem pendidikan di Hindia Belanda mengalami perubahan signifikan sejak diterapkannya Politik Etis pada awal abad ke-20. Pendidikan yang awalnya hanya diperuntukkan bagi anak-anak elite Eropa mulai dibuka bagi pribumi, meskipun dengan berbagai pembatasan.
Pemerintah kolonial mengklaim bahwa sistem pendidikan ini bertujuan untuk “memajukan” rakyat pribumi. Namun, kenyataannya, pendidikan kolonial lebih bersifat diskriminatif dan berorientasi pada kepentingan Belanda. Pertanyaannya, apakah sistem pendidikan kolonial benar-benar membangun elite pribumi yang berpendidikan, atau justru menjadi alat untuk membatasi mereka agar tetap berada dalam kontrol kolonial?
Lahirnya Sistem Pendidikan Kolonial
Sebelum abad ke-20, pendidikan di Hindia Belanda terbatas hanya bagi orang Eropa, keturunan Tionghoa, dan kaum bangsawan pribumi. Namun, pada awal 1900-an, sistem ini diperluas sebagai bagian dari Politik Etis, sebuah kebijakan yang konon bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan pribumi melalui edukasi, irigasi, dan emigrasi.
Meski demikian, sistem pendidikan yang diterapkan tetap bersifat diskriminatif dan terbagi dalam beberapa tingkatan:
1. Pendidikan untuk Orang Eropa
Orang Eropa dan elite pribumi tertentu mendapatkan akses ke sekolah-sekolah berkualitas tinggi, seperti:
- Europeesche Lagere School (ELS) – Sekolah dasar untuk anak-anak Eropa dan pribumi dari keluarga bangsawan atau pejabat tinggi.
- Hoogere Burgerschool (HBS) – Sekolah menengah bagi anak-anak Eropa yang ingin melanjutkan ke perguruan tinggi.
- Technische Hoogeschool te Bandoeng (THS) – Cikal bakal Institut Teknologi Bandung (ITB), didirikan untuk mencetak insinyur bagi kepentingan Belanda.
2. Pendidikan untuk Pribumi Kelas Menengah
Sebagian kecil pribumi yang beruntung bisa mengakses sekolah dengan kurikulum lebih rendah dibandingkan ELS, seperti:
- Hollandsch-Inlandsche School (HIS) – Sekolah dasar bagi anak pribumi terpilih.
- Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) – Sekolah menengah lanjutan untuk pribumi, setara dengan SMP.
- Algemeene Middelbare School (AMS) – Setingkat SMA, tetapi jumlahnya sangat terbatas.
3. Pendidikan untuk Pribumi Kelas Rendah
Sebagian besar rakyat pribumi hanya bisa mengakses sekolah rendah dengan kurikulum terbatas, seperti:
- Sekolah Desa (Volkschool) – Pendidikan dasar tiga tahun dengan kurikulum sederhana, hanya mengajarkan membaca, menulis, dan berhitung.
- Sekolah Guru (Kweekschool) – Untuk mencetak guru yang akan mengajar di sekolah-sekolah rakyat, tetapi dengan kualitas pendidikan rendah.
Pemerintah kolonial sengaja membatasi pendidikan pribumi agar mereka hanya memiliki keterampilan yang cukup untuk menjadi pekerja administrasi dan buruh bagi kepentingan ekonomi Belanda.
Sistem Pendidikan Kolonial: Alat Pembatasan bagi Pribumi
Meskipun pendidikan diperluas ke pribumi, sistem kolonial tetap memberlakukan berbagai pembatasan yang membuat mayoritas rakyat tetap terpinggirkan.
1. Akses Pendidikan yang Sangat Terbatas
- Hanya segelintir anak pribumi yang bisa bersekolah di HIS atau MULO, sementara mayoritas tetap buta huruf.
- Pendidikan tinggi bagi pribumi sangat terbatas. Geneeskundige Hooge School (GHS) atau sekolah kedokteran, misalnya, hanya menerima sedikit siswa pribumi.
- Sekolah desa hanya memberikan pendidikan dasar tanpa peluang lanjut ke jenjang lebih tinggi.
2. Kurikulum yang Disesuaikan dengan Kepentingan Kolonial
- Pendidikan pribumi lebih banyak mengajarkan kepatuhan kepada pemerintah kolonial dibandingkan pemikiran kritis.
- Mata pelajaran yang diajarkan lebih menekankan keterampilan praktis seperti pertanian dan kerajinan tangan, bukan ilmu pengetahuan yang dapat meningkatkan mobilitas sosial.
- Pelajaran sejarah lebih banyak membahas keunggulan peradaban Eropa dibandingkan sejarah dan kebudayaan pribumi sendiri.
3. Diskriminasi dalam Dunia Pendidikan
- Pribumi sering mengalami diskriminasi dalam pendidikan, terutama di sekolah-sekolah yang juga dihadiri oleh anak-anak Eropa.
- Lulusan sekolah pribumi sulit mendapatkan pekerjaan yang setara dengan orang Eropa, karena sistem kolonial tetap membatasi mereka dalam posisi bawahan.
- Banyak orang pribumi yang sudah berpendidikan tinggi tetap diperlakukan sebagai warga kelas dua dalam pemerintahan kolonial.
Munculnya Kaum Intelektual Pribumi dan Perlawanan terhadap Kolonialisme
Meskipun sistem pendidikan kolonial dirancang untuk mempertahankan kekuasaan Belanda, tanpa disadari, pendidikan ini justru melahirkan generasi intelektual pribumi yang menjadi pelopor pergerakan nasional.
Beberapa tokoh pergerakan nasional yang lahir dari sistem pendidikan kolonial antara lain:
- Soekarno – Lulusan THS (ITB), kemudian menjadi pemimpin utama perjuangan kemerdekaan Indonesia.
- Mohammad Hatta – Lulusan sekolah menengah di Batavia, kemudian melanjutkan pendidikan di Belanda dan aktif dalam pergerakan mahasiswa Indonesia.
- Ki Hajar Dewantara – Mantan murid ELS yang kemudian mendirikan Taman Siswa, sekolah yang menanamkan nilai kebangsaan dan menolak sistem pendidikan kolonial.
- Tjipto Mangunkusumo dan Douwes Dekker – Menggunakan pendidikan sebagai alat perlawanan terhadap kolonialisme melalui Indische Partij.
Peran surat kabar pribumi seperti Medan Prijaji dan Oetoesan Hindia juga sangat penting dalam menyebarkan gagasan nasionalisme di kalangan kaum terpelajar.
Kesimpulan: Sistem Pendidikan Kolonial, Pedang Bermata Dua
Sistem pendidikan kolonial pada awalnya bertujuan untuk mencetak tenaga kerja bagi kepentingan Belanda dan mempertahankan kontrol atas pribumi. Dengan berbagai pembatasan, pendidikan hanya diberikan kepada segelintir elite pribumi, sementara mayoritas rakyat tetap berada dalam kondisi ketertinggalan.
Namun, pendidikan kolonial justru melahirkan kaum intelektual pribumi yang mulai menyadari ketidakadilan dan menuntut perubahan. Dari sistem inilah lahir pemimpin-pemimpin nasional yang akhirnya menggagas perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Sejarah ini menunjukkan bahwa pendidikan adalah alat yang sangat berpengaruh—dapat digunakan untuk menindas, tetapi juga dapat menjadi senjata bagi mereka yang ingin membebaskan diri dari penjajahan.
Baca Juga Artikel Berikut Di : Atlanticacoffee.Us